Guru adalah profesi tertua,
setua usia peradaban manusia, tempat bergantungnya kelangsungan peradaban umat.
Wajah generasi masa depan sangatlah ditentukan oleh bagaimana guru mendidik
murid-muridnya. Guru dan persoalannya. Sebagai bagian dari manusia normal, guru
tidak akan lepas dari persoalan-persoalan hidup yang akan ikut serta mewarnai
kepribadiannya.
Seorang guru yang
pengalaman masa kecilnya sampai kepada masa bertugas sebagai guru kurang
menyenangkan akan berpengaruh terhadap sikap dan caranya mengahdapi anak
didiknya. Misalnya pada masa kecilnya dulu banyak mendapat tekanan perasaan dan
perlakuan keras dari orang tua atau keluarga, diperlakukan tidak adil (baca
pilih kasih) dan kurang mendapat perhatian, sehingga dendam dan anti pati
terhadap orang tuanya yang telah lama terpendam itu, mungkin akan menemukan
sasarannya pada anak didik yang masih kecil atau lebih muda, seolah-olah ia
menumpahkan rasa dendamnya melalui anak didik. Sikap dan tindakannya itu akan
terlihat dalam kekerasan hukuman, peraturan keras, pembatasan, pemberian tugas
terlalu banyak (baca saudele dewe), pemberian soal yang terlalu sulit dan nilai
yang terlalu rendah.
Guru yang mengajar karena
panggilan jiwanya, ada misi untuk mengantarkan anak didiknya kepada kehidupan
yang lebih baik secara intelektual dan sosial, sehingga ia akan bisa
menyalurkan energi kecerdasan, kemanusiaan, kemuliaan dan keislaman yang besar
dalam dalam dada setiap muridnya. Guru yang mengajar dengan mental seorang
pendakwah sekaligus pengasuh , akan mampu menyediakan cadangan energi agar
tetap lembut menghadapi murid-muridnya yang sering bikin “kening berkerut”.
Guru yang mengajar hanyalah
untuk mencari nafkah, maka profesinya sebagai guru hanyalah akan dinilai dari
segi materi. Ia akan mengalami kegoncangan apabila merasa bahwa beban kerja
yang dipikulnya tidak seimbang dengan hasil yang diperolehnya. Tindakan dan
sikapnya terhadap anak didiknyapun ikut terkontaminasi, yang berakibat dapat
merusak atau mengurangi hasil pendidikannya.
Untuk dapat
bersungguh-sungguh mengajar, bagi guru, yang paling menentukan bukanlah gaji,
meski gaji yang tidak mencukupi kebutuhan dasar, memang dapat mengganggu
ketenangan dan totalitas mengajar. Sebaliknya bertambahnya gaji yang tidak
diiringi oleh komitmen pengabdian sebagai guru tidak menjamin seorang guru akan
mengajar dengan totalitas.
Guru yang ideal Walaupun sebagai guru dengan penghasilan yang bikin terharu, tetapi genggamlah cita-cita besar yang mengharu biru.
Guru yang ideal Walaupun sebagai guru dengan penghasilan yang bikin terharu, tetapi genggamlah cita-cita besar yang mengharu biru.
Saya ingin mengajak anda
(baca para guru) untuk dapat menikmati hari-harinya mengajar di depan
murid-murid dan menghantarkan anak-anak bangsa agar kelak mengerti tujuan
hidupnya.
1. Berinteraksilah dengan
Cinta
Guru yang baik adalah guru
yang melandaskan interaksinya diatas nilai-nilai cinta.
Hubungan yang dilandasi dengan cinta (kasih sayang) akan melahirkan keharmonisan. Sikap cinta dan kasih sayang akan tercermin melalui kelembutan,kesabaran, penerimaan, kedekatan, keakraban, serta sifat positif lainnya. Sosok guru harus senantiasa memperlihatkan sifat sayang kepada siswa setiap saat, baik di dalam maupun di luar sekolah. Tebaran kasih sayang ini akan ditangkap siswa sebagai “Kharisma” . Guru yang kharismatik akan menjadi idola dan menempatkannya sebagai sosok yang “berwibawa”. Respons balik siswa lebih lanjut akan diwujudkan melalui sikap-sikap positif seperti kepatuhan, motivasi belajar, cinta terhadap tugas, penghormatan dan selalu ingin menghargai gurunya. Sikap-sikap seperti ini akan menimbulkan dampak positif terhadap perkembangan siswa. Siswa akan merasakan belajar sebagai kebutuhan dan keasyikan serta keinginan untuk berprestasi.
Hubungan yang dilandasi dengan cinta (kasih sayang) akan melahirkan keharmonisan. Sikap cinta dan kasih sayang akan tercermin melalui kelembutan,kesabaran, penerimaan, kedekatan, keakraban, serta sifat positif lainnya. Sosok guru harus senantiasa memperlihatkan sifat sayang kepada siswa setiap saat, baik di dalam maupun di luar sekolah. Tebaran kasih sayang ini akan ditangkap siswa sebagai “Kharisma” . Guru yang kharismatik akan menjadi idola dan menempatkannya sebagai sosok yang “berwibawa”. Respons balik siswa lebih lanjut akan diwujudkan melalui sikap-sikap positif seperti kepatuhan, motivasi belajar, cinta terhadap tugas, penghormatan dan selalu ingin menghargai gurunya. Sikap-sikap seperti ini akan menimbulkan dampak positif terhadap perkembangan siswa. Siswa akan merasakan belajar sebagai kebutuhan dan keasyikan serta keinginan untuk berprestasi.
Namun guru yang pemarah
atau keras, akan menimbulkan rasa takut pada diri siswa yang dapat menimbulkan
kebencian. Apabila siswa takut kepada guru, maka ia tidak akan berhasil
mendapatkan aliran kecerdasan dari guru tersebut.
Jadilah guru yang dirindu
kedatangannya, diamnya disegani, tutur katanya ditaati, kepergiannya ditangisi.
Bukan jadi guru yang ketika tidak hadir disambut lompatan kegirangan dan
teriakan “ M-E-R-D-E-K-A”
2. Ojo Kemlithak
Anda jangan beranggapan,
bahwa pendidikan tinggi yang anda miliki adalah sebuah jaminan keberhasilan
dalam mendidik. Sikap guru yang terlalu yakin (terlalu PeDe Gitu lho) dengan
kemampuannya sehingga mengabaikan peran Alloh, akan kehilangan kekuatan jiwa
tatkala menghadapi masalah. Padahal dalam dunia guru (baca pendidikan) masalah
sangatlah super banyak. Karena yang dihadapi guru adalah anak manusia – seperti
anda dulu ketia menjadi murid – yang penuh misteri dan hanyalah menjadi rahasia
“Sang Kholiq”
–Do`a guru sangat berperan disini- Sikap terlalu PeDe (baca kemlithak) akan rentan terhadap keputus asaan, apabila apa yang ditargetkan mengalami kegagalan, padahal keputus asaan berpotensi membawa guru bersikap keras hati dan kasar terhadap siswa.
Sikap kasar ini akan berakibat guru tidak kharismatik dan tidak bisa tampil sebagai figure yang sejuk, sehingga kewibawaannya akan sirna. Kata-katanya tidak lagi punya bobot berarti untuk mempengaruhi jiwa siswa. Dari sinilah awal kegagalan dimulai.
–Do`a guru sangat berperan disini- Sikap terlalu PeDe (baca kemlithak) akan rentan terhadap keputus asaan, apabila apa yang ditargetkan mengalami kegagalan, padahal keputus asaan berpotensi membawa guru bersikap keras hati dan kasar terhadap siswa.
Sikap kasar ini akan berakibat guru tidak kharismatik dan tidak bisa tampil sebagai figure yang sejuk, sehingga kewibawaannya akan sirna. Kata-katanya tidak lagi punya bobot berarti untuk mempengaruhi jiwa siswa. Dari sinilah awal kegagalan dimulai.
3. Kendalikan Emosi
Ketika anda punya persoalan
internal di rumah, jangan dibawa ke sekolah, jika persoalan internal anda di
bawa ke dalam kelas, maka akan mengimbas ke sekolah. Anda akan mudah
marah-marah kepada siswa – bahkan teman sejawat sok ikut-ikutan jadi sasaran
kemelut – tanpa alasan yang jelas,sehingga interaksi pembelajaran tidak akan
mendapatkan hasil yang maksimal.
4. Jadilah Sosok Pemaaf
Perilaku yang mengesalkan
adalah santapan sehari-hari bagi guru. Kondisi ini, bagi guru yang tidak berada
dalam kondisi prima, dan tidak menyadari akan pentingnya hubungan baik dengan
murid dalam proses pendidikan, akan sangat mudah menghanyutkan diri pada
situasi emosional yang negative. Klaim-klaim negative terhadap siswa sering
terlontar. Misalnya “ dasar kamu ini anak bandel, tak tahu diri, bodoh dan lain
sebagainya”. Klaim-klaim negative tersebut akan membuat sekat antara guru dan
siswa, yang tentunya akan merusak proses pembelajaran. Akibatnya ? “Bayangkan
saja sendiri” Untuk menghindari hal tersebut, guru harus menjadi sosok pemaaf.
5. Memiliki Kepribadian
yang Menarik
Guru adalah tauladan dalam
pertumbuhan kepribadian siswa, kalau akhlaq guru tidak baik, akhlaq anak akan
rusak, atau paling tidak anak akan mengalami kegelisahan, cemas atau terganggu
jiwanya, karena ia menemukan contoh yang tidak sesuai dengan apa yang selama
ini diterima dari orang tuanya.
Cara guru berpakaian, berbicara, berjalan dan bergaul merupakan bagian kepribadian – guru yang tak pernah lepas dari kamera murid-muridnya -, yang mempunyai pengaruh terhadap anak didik. Maka hindari pakaian yang kurang sopan, bicara kotor dan pergaulan yang tidak benar.
Cara guru berpakaian, berbicara, berjalan dan bergaul merupakan bagian kepribadian – guru yang tak pernah lepas dari kamera murid-muridnya -, yang mempunyai pengaruh terhadap anak didik. Maka hindari pakaian yang kurang sopan, bicara kotor dan pergaulan yang tidak benar.
“Ingat guru kencing
berdiri, murid kencing berlari, guru kencing berlari, murid akan mengencingi
gurunya” Jebule dadi guru memang tidak ringan. Tapi, perlu disadari, bahwa Misi
mulia yang dibawa seorang guru akan mengantarkannya pada derajat yang mulia,
sekalipun seisi dunia ini tidak memuliakannya, tapi enjoy aja, karena kemuliaan
dimata manusia tidak sebanding dengan penghargaan dari Alloh SWT. Semoga Alloh
senantiasa membimbing kita semua. Amiin.
*Di Sarikan dari berbagai
sumber Oleh : Ali Mursyid
1 comments:
Renungan yang sangat inspiratif. Sukses mas Ali..
Post a Comment